Etika
Mencari Harta
Disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah Aswaja yang di ampu oleh Drs. Tas’an Bisri, M. Ag
Disusun
Oleh :
Yasin (5010033)
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ)
JAWA
TENGAH DI WONOSOBO
2013
BAB
I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Masalah
rezeki merupakan salah satu perkara yang banyak menyita perhatian manusia,
sehingga ada sebagian yang menjadi budak dunia. Bahkan lebih parah lagi
sejumlah besar umat Islam memandang bahwa berpegang dengan ajaran Islam akan
menyempitkan peluang dalam mengais rezeki.
Ada sejumlah orang yang masih mau menjaga
sebagian kewajiban syariat islam, tetapi mereka mengira bahwa jika ingin
mendapat kemudahan di bidang materi dan kemapanan ekonomi, hendaknya menutup
mata dari sebagian aturan Islam, terutama berkenaan dengan etika bisnis dan
hukum halal haram. Padahal Sang Khalik mensyariatkan AgamaNya bukan hanya
sebagai petunjuk bagi umat manusia dalam perkara akhirat saja, tetapi sekaligus
menjadi pedoman sukses di dunia juga, seperti doa yang sering dipanjatkan
Rasulullah :
Dan di antara mereka ada orang yang
bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di
akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka". (QS Al Baqarah:201).
Islam
tidak membiarkan seorang muslim kebingungan dalam berusaha mencari nafkah.
Islam telah memberikan solusi tuntas dan mengajarkan etika cara sukses mengais
rezeki, membukakan pintu kemakmuran dan keberkahan. Kegiatan usaha dalam kaca
mata Islam memiliki kode etik dan aturan, jauh dari sifat tamak dan serakah,
sehingga mampu membentuk sebuah usaha yang menjadi pondasi masyarakat madani.
BAB II
Pembahasan
A.
Syarat Mencari Nafkah
Seseorang
yang akn mencari rizki/nafkah, peadang, pegawai,dll. Maka sebaiknya
memperhatikan dua hal penting :
1. Ilmu
Adalah
prinsip yang sudah disepakati bersama. Namun dalam prakteknya, prinsip ini
hanya tinggal prinsip. Berapa banyak orang-orang yang menganut prinsip ini,
justru melanggarnya, apalagi orang-orang yang tidak mengetahuinya.
Demikian
pula dalam masalah jual beli. Seseorang hendaklah memahami apa saja yang wajib
dia ketahui berkaitan dengan amalan yang akan dia kerjakan.
Umar bin Al Khaththab Radhiyallahu ‘anhu pernah melarang para pedagang (pelaku pasar) yang tidak mengetahui hukum-hukum jual beli untuk memasuki pasar. Minimal, ia harus mengerti hal-hal penting yang wajib diketahuinya. Sebagai contoh, sebagai pedagang, ia harus mengetahui waktu-waktu larangan untuk berjual beli. Misalnya, pada waktu akan ditunaikan shalat Jum’at. Dasarnya ialah firman Allah:
Umar bin Al Khaththab Radhiyallahu ‘anhu pernah melarang para pedagang (pelaku pasar) yang tidak mengetahui hukum-hukum jual beli untuk memasuki pasar. Minimal, ia harus mengerti hal-hal penting yang wajib diketahuinya. Sebagai contoh, sebagai pedagang, ia harus mengetahui waktu-waktu larangan untuk berjual beli. Misalnya, pada waktu akan ditunaikan shalat Jum’at. Dasarnya ialah firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru
untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada
mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik
bagimu jika kamu mengetahui”. [Al Jumu’ah: 9].
Demikian
pula, ia mesti tahu tempat-tempat larangan untuk berjual beli, masjid misalnya.
Dasarnya ialah hadits riwayat ‘Abdullah bin ‘Amru ra, bahwasanya Rasulullah SAW
melarang berjual beli di dalam masjid. [HR Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa-i
dan Ibnu Majah].
Kemudian, seorang pedagang harus tahu barang apa
saja yang tidak boleh diperjualbelikan, misalnya, minuman keras, anjing, babi,
dan lain-lain.
Dari Abu Hurairah t, Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam bersabda,
"Sesungguhnya
Allah telah mengharamkan khamr beserta harganya, mengharamkan bangkai dan
harganya, dan mengharamkan babi serta harganya.” (HR. Abu Daud)
Kemudian seorang pedagang dilarang berlaku curang
dalam menimbang. Allah Subhana Wata’ala berfirman, artinya:
“Kecelakaan
besarlah bagi orang-orang yang curang, yaitu orang-orang yang apbila menerima
takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau
menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (QS. Al Muthaffifiin: 1-3).
Selanjutnya, bagi para pegawai meraka juga harus
mengetahui apa saja yang dilarang berkaitan dengan pekerjaannya. Misalnya,
seorang pegawai dilarang mengambil hadiah saat tugas atau dinas, karena hal
tersebut termasuk ghulul
(komisi)
yang diharamkan.
Diriwayatkan dari Abu Humaid as Sa’idi, Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
“Hadiah bagi
para pegawai adalah ghulul.” (HR. Ahmad. Dinyatakan shahih oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albaani).
2. Taqwa.
Taqwa adalah
sebaik-baik bekal. Pedagang, pegawai atau apapun profesinya harus memiliki
bekal takwa. Secara umum Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
memperingatkan dan mengancam para pedagang dengan sabda Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam.
“Para pedagang itu kebanyakannya orang-orang fajir”.
Pedagang yang fajir, yaitu pedagang yang tidak mengindahkan
rambu-rambu syariat. Sehingga ia jatuh ke dalam larangan-larangan, seperti
bersumpah palsu untuk melariskan dagangan, menipu, khianat, curang dan
lain-lain.
Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm
memuji pedagang yang jujur lagi bertakwa. Abu Sa’id Al Khudri Radhiyallahu
‘anhu meriwayatkan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Pedagang yang jujur lagi terpercaya akan bersama para nabi, kaum
shiddiq dan para syuhada”. [HR At Tirmidzi, Al Hakim, dan Ad Darimi].
B.
Etika Mencari Rizki dalam Islam
Dalam
mewujudkan nilai-nilai ibadah dalam bekerja yang dilakukan oleh setiap insan,
diperlukan adab dan etika yang membingkainya, sehingga nilai-nilai luhur
tersebut tidak hilang sirna sia-sia. Diantara adab dan etika bekerja dalam
Islam adalah :
1. Bekerja
dengan ikhlas karena Allah SWT.
Ini
merupakan hal dan landasan terpenting bagi seorang yang bekerja. Artinya ketika
bekerja, niatan utamanya adalah karena Allah SWT. Ia sadar, bahwa bekerja
adalah kewejiban dari Allah yang harus dilakukan oleh setiap hamba. Ia faham
bahwa memberikan nafkah kepada diri dan keluarga adalah kewajiban dari Allah.
Ia pun mengetahui, bahwa hanya dengan bekerjalah ia dapat menunaikan kewajiban-kewajiban
Islam yang lainnya, seperti zakat, infak dan shodaqah. Sehingga ia selalu
memulai aktivitas pekerjaannya dengan dzikir kepada Allah.
2. Itqon,
tekun dan sungguh-sungguh dalam bekerja.
Implementasi
dari keikhlasan dalam bekerja adalah itqon (baca ; profesional) dalam
pekerjaannya. Ia sadar bahwa kehadiran tepat pada waktunya, menyelesaikan apa
yang sudah menjadi kewajibannya secara tuntas, tidak menunda-nunda pekerjaan,
tidak mengabaikan pekerjaan, adalah bagian yang tidak terpisahkan dari esensi
bekerja itu sendiri yang merupakan ibadah kepada Allah SWT.
Dalam
sebuah hadits, riwayat Aisyah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya
Allah SWT mencintai seorang hamba yang apabila ia bekerja, dia itqan (baca ;
menyempurnakan) pekerjaannya." (HR. Thabrani).
3. Jujur dan
amanah.
Etika lain
dari bekerja dalam Islam adalah jujur dan amanah. Karena pada hakekatnya
pekerjaan yang dilakukannya tersebut merupakan amanah, baik secara duniawi dari
atasannya atau pemilik usaha, maupun secara duniawi dari Allah SWT yang akan
dimintai pertanggung jawaban atas pekerjaan yang dilakukannya. Implementasi
jujur dan amanah dalam bekerja diantaranya adalah dengan tidak mengambil
sesuatu yang bukan menjadi haknya, tidak curang, obyektif dalam menilai, dan
sebagainya. Rasulullah SAW memberikan janji bagi orang yang jujur dan amanah
akan masuk ke dalam surga bersama para shiddiqin dan syuhada'.
Dari Abu
Said Al-Khudri ra, beliau berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Pebisnis yang jujur lagi dipercaya (anamah) akan bersama
para nabi, shiddiqin dan syuhada'. (Imam Turmudzi)
4. Menjaga
etika sebagai seorang muslim.
Bekerja
juga harus memperhatikan adab dan etika sebagai seroang muslim, seperti etika
dalam berbicara, menegur, berpakaian, bergaul, makan, minum, berhadapan dengan customer,
rapat, dan sebagainya. Bahkan akhlak atau etika ini merupakan ciri kesempurnaan
iman seorang mu'min.
Dalam
sebuah hadits Rasulullah SAW mengatakan,
"Orang
mu'min yang paling sempurna imannya adalah mereka yang paling baik
akhlaknya." (HR. Turmudzi).
Dan dalam
bekerja, seorang mu'min dituntut untuk bertutur kata yang sopan, bersikap yang
bijak, makan dan minum sesuai dengan tuntunan Islam, berhadapan dengan customer
dengan baik, rapat juga dengan sikap yang terpuji dan sebagainya yang
menunjukkan jatidirinya sebagai seorang yang beriman. Bahkan dalam hadits yang
lain Rasulullah SAW menggambarkan bahwa terdapat dua sifat yang tidak mungkin
terkumpul dalam diri seorang mu'min, yaitu bakhil dan akhlak yang buruk. (HR.
Turmudzi)
5. Tidak melanggar
prinsip-prinsip syariah.
Aspek lain
dalam etika bekerja dalam Islam adalah tidak boleh melanggar prinsip-prinsip
syariah dalam pekerjaan yang dilakukannya. Tidak melanggar prinsip syariah ini
dapat dibagi menjadi beberapa hal, Pertama dari sisi dzat atau substansi dari
pekerjaannya, seperti memporduksi barang yang haram, menyebarluaskan kefasadan
(seperti pornografi dan permusuhan), riba, risywah dsb. Kedua dari sisi
penunjang yang tidak terkait langsung dengan pekerjaan, seperti tidak menutup aurat,
ikhtilat antara laki-laki dengan perempuan, membuat fitnah dalam persaingan
dsb. Pelanggaran-pelanggaran terhadap prinsip syariah, selain mengakibatkan
dosa dan menjadi tidak berkahnya harta, juga dapat menghilangkan pahala amal
shaleh kita dalam bekerja.
Allah SWT
berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan
taatlal kepada Rasul-Nya dan janganlah kalian membatalkan amal perbuatan/
pekerjaan kalian.." (QS. 47 : 33).
6. Menghindari
syubhat
Dalam
bekerja terkadang seseorang dihadapkan dengan adanya syubhat atau sesuatu yang
meragukan dan samar antara kehalalan dengan keharamannya. Seperti unsur-unsur
pemberian dari pihak luar, yang terdapat indikasi adanya satu kepentingan
terntentu. Atau seperti bekerja sama dengan pihak-pihak yang secara umum
diketahui kedzliman atau pelanggarannya terhadap syariah. Dan syubhat semacam
ini dapat berasal dari internal maupun eksternal. Oleh karena itulah, kita
diminta hati-hati dalam kesyubhatan ini.
Dalam
sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda,
"Halal itu jelas dan haram itu jelas, dan diantara
keduanya ada perkara-perkara yang syubhat. Maka barang siapa yang terjerumus
dalam perkara yang syubhat, maka ia terjerumus pada yang diharamkan..." (HR. Muslim)
7. Menjaga
ukhuwah Islamiyah.
Aspek lain
yang juga sangat penting diperhatikan adalah masalah ukhuwah islamiyah antara
sesama muslim. Jangan sampai dalam bekerja atau berusaha melahirkan perpecahan
di tengah-tengah kaum muslimin. Rasulullah SAW sendiri mengemukakan tentang hal
yang bersifat prefentif agar tidak merusak ukhuwah Islamiyah di kalangan kaum
muslimin. Beliau mengemukakan,
"Dan janganlah kalian menjual barang yang sudah dijual
kepada saudara kalian" (HR. Muslim).
Karena
jika terjadi kontradiktif dari hadits di atas, tentu akan merenggangkan juga ukhuwah
Islamiyah diantara mereka; saling curiga, su'udzon dsb. Karena masalah
pekerjaan atau bisnis yang menghasilkan uang, akan sangat sensitif bagi
palakunya. Kaum Anshar dan Muhajirin yang secara sifat, karakter, background
dan pola pandangnya sangat berbeda telah memberikan contoh sangat positif bagi
kita; yaitu ukhuwah islamiyah. Salah seorang sahabat Anshar bahkan mengatakan
kepada Muhajirin, jika kamu mau, saya akan bagi dua seluruh kekayaan saya;
rumah, harta, kendaraan, bahkan (yang sangat pribadipun direlakan), yaitu
istri. Hal ini terjadi lantaran ukhuwah antara mereka yang demikian kokohnya.
C.
Ranjau – Ranjau Berbahaya dalam Dunia
Bekerja
Dunia kerja adalah dunia yang
terkadang dikotori oleh ambisi-ambisi negatif manusia, ketamakan, keserakahan,
keinginan menang sendiri, dsb. Karena dalam dunia kerja, umumnya manusia
memiliki tujuan utama hanya untuk mencari materi. Dan tidak jarang untuk
mencapai tujuan tersebut, segala cara digunakan. Sehingga sering kita mendengar
istilah, injak bawah, jilat atas dan sikut kiri kanan.
Oleh karenanya, disamping kita perlu
untuk menghiasi diri dengan sifat-sifat yang baik dalam bekerja, kitapun harus
mewaspadai ranjau-ranjau berbahaya dalam dunia kerja serta berusaha untuk
menghindarinya semaksimal mungkin. Karena dampak negatif dari ranjau-ranjau ini
sangat besar, diantaranya dapat memusnahkan seluruh pahala amal shaleh kita.
Berikut adalah diantara beberapa sifat-sifat buruk dalam dunia kerja yang perlu
dihindari dan diwaspadai:
1. Hasad
(Dengki)
Hasad atau dengki adalah suatu sifat, yang sering
digambarkan oleh para ulama dengan ungkapan "senang melihat orang susah,
dan susah melihat orang senang." Sifat ini sangat berbahaya, karena akan
"menghilangkan" pahala amal shaleh kita dalam bekerja.Dalam sebuah
hadits Rasulullah SAW bersabda :
“Jauhilah
oleh kalian sifat hasad (iri hati), karena sesungguhnya hasad itu dapat memakan
kebaikan sebagaimana api melalap kayu bakar”. (HR. Abu Daud)
2. Saling
bermusuhan
Tidak jarang, ketika orang yang sama-sama memiliki ambisi
dunia berkompetisi untuk mendapatkan satu jabatan tertentu, atau ingin
mendapatkan "kesan baik" di mata atasan, atau sama-sama ingin
mendapatkan proyek tertentu, kemudian saling fitnah, saling tuduh, lalu saling
bermusuhan. Jika sifat permusuhan merasuk dalam jiwa kita, dan tidak berusaha
kita hilangkan, maka akibatnya juga sangat fatal, yaitu bahwa amal shalehnya
akan "dipending" oleh Allah SWT, hingga mereka berbaikan.Dalam hadits
lain Rasulullah SAW bersabda :
“Pintu-pintu surga dibuka pada hari senin dan
kamis, maka pada hari itu akan diampuni dosa setiap hamba yang tidak
menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, kecuali seseorang yang sedang
bermusuhan dengan saudaranya sesama muslim, maka dikatakan kepada para
malaikat, “Tangguhkan dua orang ini sampai mereka berbaikan.” (HR. Muslim).
3. Berprasangka
Buruk
Sifat inipun tidak kalah negatifnya. Karena ambisi tertentu
atau hal tertentu, kemudian menjadikan kita bersu'udzon atau berprasangka buruk
kepada saudara kita sesama muslim, yang bekerja dalam satu atap bersama kita,
khususnya ketika ia mendapatkan reward yang lebih baik dari kita. Sifat ini
perlu dihindari karena merupakan sifat yang dilarang oleh Allah &
Rasulullah SAW, di samping juga bahwa sifat ini merupakan pintu gerbang ke
sifat negatif lainnya.Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ
الْحَدِيثِ وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَنَافَسُوا وَلَا
تَحَاسَدُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ
إِخْوَانًا رواه مسلم
“Jauhilah oleh kalian prasangka buruk, karena
sesungguhnya prasangka buruk itu adalah sedusta-dustanya perkataan. Dan
janganlah kalian mencari-cari berita kesalahan orang lain, dan janganlah kalian
mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah kalian saling mementingkan
diri sendiri, dan janganlah kalian saling dengki, dan janganlah kalian saling
marah, dan jangan lah kalian saling memusuhi dan jadilah kalian hamba-hamba Allah
yang bersudara.” (HR. Muslim)
4. Sombong
Di sisi lain, terkadang kita yang mendapatkan presetasi
sering terjebak pada satu bentuk kearogansian yang mengakibatkan pada sifat
kesombongan. Merasa paling pintar, paling profesional, paling penting kedudukan
dan posisinya di kantor, dsb. Kita harus mewaspadai sifat ini, karena ini
merupakan sifatnya syaitan yang kemudian menjadikan mereka dilaknat oleh Allah
SWT serta dijadikan makhluk paling hina diseluruh jagad raya ini. Sifat ini pun
sangat berbahaya, karena dapat menjadikan pelakunya diharamkan masuk ke dalam surga
(na'udzu billah min dzalik).
Dalam sebuah riwayat Rasulullah SAW bersabda,
"Tidak akan
pernah masuk ke dalam surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat satu biji
sawi sifat kesombongan" (HR. Muslim).
5. Namimah
(mengadu domba)
Indahnya dunia terkadang membutakan mata. Keingingan
mencapai sesuatu, meraih kedudukan tinggi, memiliki gaji yang besar, tidak
jarang menjerumuskan manusia untuk saling fitnah dan adu domba. Sifat ini
teramat sangat berbahaya, karena akan merusak tatanan ukhuwah dalam dunia kerja.
Di samping itu, sifat sangat dimurkai oleh Allah serta dibenci Rasulullah
SAW.Dalam sebuah hadits rasulullah bersabda :
“Tidak
akan masuk surga sesroang yang suka mengadu domba.” HR Bukhari Muslim)
BAB III
Penutup
1. Kesimpulan
Pada dasarnya manusia bekerja adalah untuk mencari
nafkah,guna memenuhi kebutuhan. Namun semua itu ada ilmunya dan aturanya sesuai
dengan syariat islam.
Dan dalam memperoleh nafkah kita juga perlu berhati,
antara halal dan haram. Karena hasil daripada yang haram akan membawa kepada
kemunkaran, dan hal itu sangat di benci oleh allah S.W.T. oleh Karena itu
janganlah sesekali mendekati hal-hal yang benci oleh allah.
2. Saran
Kami selaku penulis mengakui bahwa masih banyak kekurangan
disana-sini dalam penulisan. Oleh karena itu mohon kritik dan saran agar
sempurna penulisan ini.
Daftar pustaka
http://puremoslem.blogspot.com/2010/02/etika-mencari-nafkah-1.html
http://dirikansholat.blogspot.com/2013/01/etika-meraih-rejeki.html
Best Casino Near Me - Mapyro
BalasHapusWe're home to a casino in 제주도 출장마사지 New Jersey. We've partnered with 시흥 출장샵 casinos in Pennsylvania, Michigan, 삼척 출장마사지 Tennessee, and 오산 출장샵 Tennessee. We've 수원 출장샵 got a full range of